Rabu, 14 September 2016

Kawan, Kita Hanya Perencana...

Dulu di satu masa, kita pernah bermimpi besama. Pernah merajut angan yang sama. 

Tuhan melimpahkan sayangnya. Mengabulkanapapun yang kau minta, apa yang ku ingin. Mendekatkan kita, mengikatkan kita dalam sebuah hubungan yang telah terlihat muaranya. 

Lalu, kita mulai lupa siapa penentu takdir. 

Tak sadar kita mulai angkuh memastikan laksana tuhan. Memutuskan seolah penguasa. 

Lupa, kita mulai merancang takdir kita sendiri. Melukis jalan layaknya peta kehidupan. Kau dan aku, sama angkuhnya.

Pelan pelan, kutelusuri peta kehidupan dengan jemariku. Berhenti dititik yang kutandai. Tersenyum dan mereka reka sebuah keharusan. Harus seperti inilah perasaanku nantinya, harus begini keadaan kita nanti. Lalu kutelusuri lagi, melewati tanda yang lain.  Hingga jemariku berhenti di akhir garis yang kutandai. Tempat dimana kita tua dan mati. Aku tesenyum. Sempurna. Sebuah rancangan hidup yang sempurna.

Hujan turun... 

Aku tergugu menggenggam peta kehidupan kita yang hancur diremas hujan.

Tidak..

Ini mimpi kan?

Diseberang hujan, kau juga membeku mengenggam peta kehidupan yang menguap ditengah panas terik. 

Kau terpana. 

Sebelum menunduk dan mengangguk.

Ah... benar. 

Tuhan marah. Ini balasan atas kecongkakan kita bukan?

Kita yang terlalu lancang. Lancang melukis masa depan. Bahkan sekarang, tuhan tak memberikan kita kesempatan untuk mencapai satu tanda yang telah kita sepakati. 

Hm.. kawan, kita hanya punya rancangan. Bukan kita penentu jalannya.

1 komentar: