Minggu, 18 September 2016

Kapan Nikah? Maka berpura pura tak kenal lah



Beberapa kali pertanyaan yang sama menjebakku dalam pembullyan terang terangan, membuatku lebih bijaksana memberikan jawaban. Ini permasalahan yang sama yang dihadapi  manusia sebangsaku diseluruh dunia. Pertanyaan laksana racun kasat mata yang selalu kami telan bulat bulat tanpa peduli betapa acun itu mulai menyerang titik titik syaraf dalam tubuh. Menikam jantung, mencekik hati, menendang kewarasan dalam otak, hingga memaksa cairan bernama air mata mengalir bebas bak hujan lebat. (oke, itu sedikit lebay) 

                “kapan nikah?” 

                Nah itu dia! 

                Awalnya, aku ketakutan setengah mati jika dipaksa memasuki keramaian, apalagi reuni alumni sekolah, paling parah perkumpulan keluarga yang amat sangat mustahil bisa dihindari lebih dari satu kali. Dan puncak dari itu semua adalah saat lebaran datang. Pertanyaan tadi seolah tuba yang harus dikeluarkan setiap oanggota keluarga jika tidak ingin dia yang termakan tuba itu sendiri. 

                Wahai kaum sebangsaku, yaitu mereka yang masih jauh dari kata pacaran sedangkan diri dekat dengan kata pernikahan, ku berikan beberapa trik singkat untuk menghadapi pertanyaan ini. 

Pertama, jika itu orang yang lebih muda darimu kau bisa langsung mengeluarkan aura membunuh. Jikup tatap dengan tatapan yang memiliki arti  hei-kau-ucapkan-maka-mati-kau. Dalam situasi ini status orang yang lebih tua bisa kau manfaatkan  semaksimal mungkin. Dan juga, jangan biarkan kau dibully oleh mereka yang lebih muda darimu. Itu memalukan! 

Kedua, jika yang bertanya teman sebaya tapi dia sebangsa denganmu, cukup tersenyum miring, dan lihat dia dari atas kebawah. Tak perlu bicara, karena secara tak langsung, reaksi yang kau berikankurang lebih berarti, nggak-ngaca-luh!. Tap jika teman sebaya yang sudah punya pacar, apalagi sudah menikah (iiyyy.. kau harus takut dengan tipe ini) maka kau hanya perlu me-nonaktifkan sementara fungsi gendang telingamu. Kusarankan didukung dengan memasang ekspresi se polos mungkin. Karna jujur saja, tipe ini sedikit berbahaya dalam kegiatan pembullyan. (isshh.. mentang mentang lo ya) 

Ketiga, jika tersangka pengajuan pertanyaan adalah orang yang lebih tua darimu satu level (kakak, sepupu dan sejenisnya) maka kau hanya perlu tersenyum semanis mungkin dan jangan pernah gunakan lidahmu untuk menjawab. Sumpah, itu bakalan lebih mengerikan dibandingkan dengan introgasi karna pembunuhan berantai sekalipun. Sekali kau menjawab maka itu akan berbuntut panjang dengan kau yang takkan pernah sekalipun berkutik. Berpura pura bisulah, oke?

Keempat, jika yang bertanya adalah orang yang lebih tua dari mu dua level (paman , bibi dan sebagainya) maka kau hanya perlu memasang wajah sangat tersakiti oleh pertanyaan tersebut. Jangan pernah memasang wajah senang, karna kaum ini lebih ekstrim dari kelompok sebelumnya. Mereka akan dengan seenak nya memaksamu untuk membawa calon, er.. entahlah- kehadapan mereka dalam waktu 30 menit. Biarpun kau memang sudah punya calon sekalipun, kau tak kan mampu menahan pembullyan tingkat atas seperti ini. Desakan, tekanan, pertanyaan dan sindiran lainnya. Hm... lalu jika kau bawa pasanganmu itu pembullyan berhenti? Tidak kawan. Kau hanya akan masuk ketingkat yang hampir setara dengan gila. Cobalah kalau kau tak percaya. 

Kelima jika yang bertanya yang lebih tua darimu tiga level (nenek, kakek, atuk, opah dan pertuaan lainnya),kau hanya perlu tersenyum. Dalam level ini kau harus mengeluarkan suaramu. 

“secepatnya. Cucu pasti akan melakukannya agak satu kali”

Pasang senyum manis.

“hm.. nek, mau ditemani ke mesjid” 

Dah, cukup segitu. Intinya hanya satu, teman. 

PENGALIHAN.

Kau hanya perlu memutar arah pembicaraan kearah yang lebih diprioritaskan oleh kelompok ini. Bisanya kakek dan nenek kita, selalu lebih mengutamakan ibadah. Maka putarlah kemudi kearah ini, jangan dipaksakan juga karna resikonya.. ya.. hm gimana ya. Yah..pokonya resiko tanggung sendiri deh. Pintar pintar dalam trik pengalihan ini, oke?

Kelima, jika pertanyaan ini terlontar dari orang tuamu, maka hanya satu cara teraman untuk mengatasinya.




Cari paling ampuh





Paling mempan




Paling efektif





Paling mujarab





Yaitu.....






 Larilah..

Hm.. dan siapkan mental untuk pertanyaan yang sama. Kau bisa mulai start lari jika orang tuamu telah melakukan hal hal berikut

1.       Menatapmu lama

2.       Menghela nafas

3.       Menyelipkan kata pernikahan, apalagi cucu dalam obrolan denganmu

4.       Kembali menatapmu

5.       Maka larilah,  sip?

6.       Dan semoga selalu beruntung teman... (hehehe)

Mudah mudahan beberapa trik ini bisa membantumu wahai teman sepenanggungan. 

Oleh karna itu.. oleh karna itu dukunglah aku untuk jadi ketua umum partai APKN (anti pertanyan kapan nikah). Karna aku berjanji, untuk memusanahkan pertanyaan mengerikan itu dari dunia ini (dramatis). Aku akan menjamin mengusut tersangka utama yang petama kali menciptakan kata kurng ajar itu (aku tahu ini melenceng, untuk bagian ini kalian boleh tidak mempercayaiku). 

Dan dengan ini, kunyatakan pertanyaan “kapan nikah” setara ke tabuan dan nilai mengerikannya dengan kata “fu*k y*u” dan kata kotor lainnya. Setuju? 


            Setujukan? 


Tentu setuju kan? 



Ah... Setuju sajalah ya..

********* 
“Hm.. Sis, temanmu si Rani sudah menikah lo kemarin.”

“dia bukan temanku!”

“lho.. kalian kan satu kelas waktu SMA”

“mereka yang menikah bukanlah temanku. Sori, aku gak kenal tuh”

Satu lagi. Jika pertanyaannya mulai berubah dengan gaya yang lebih halus, maka tirulah sikapku seperti cuplikan dialog di atas. 

Pura pura tak kenal! 

(i know, i know.. itu sama saja dengan pengecut)

4 komentar:

  1. sialan! ini tulisan apaan?
    mengingatkan saja! huh...
    curhat ya? ditanyain pas Idul Adha kemaren? :P
    kasian deh looo

    BalasHapus
  2. hahaha..
    tanggapan : tersenyum miring, berikan tatapan dari atas ke bawah.

    BalasHapus