Hai yang
lalu...
Meski semua
yang akhirnya terjadi memang sesuai
benar dengan tulisanku terdahulu, rasanya tetap menjadi kejutan. Kejutan yang
menyenangkan dan membuatku sedikit kecewa. Kecewa? Kenapa? menyesalkah aku
karna bukan aku yang bersanding tersenyum bahagia disampingmu? Bukan. Bukan
itu.
Yah,
walaupun nyaris semua ucapanmu tak satupun yang dapat kupegang, harusnya aku
tak terlalu kecewa saat janji terakhirmu tak mampu kau penuhi. Ah, mungkin kau
juga lupa pernah mengucapkan janji.
“aku tak
akan menikah, sebelum kau menikah.” So sweet.
Aku bahkan nyaris muntah karna amarah kala itu. Hello, jangan sangkut pautkan apapun denganku.LAGI! silahkan
menikah saja sana. Tak perlu mengumbar kata begitu juga.
Dan lihat!
Kau bersanding duluan. Aku kecewa? SEDIKIT KECEWA. Hm.. mungkin karna kau benar
benar jauh dari penilaianku selama ini. Suatu kesalahan jika ucapan lidah tak
bertulangmu itu kuanggap sebagai sebuah komitmen yang patut ku ancungi jempol. Kau
benar benar lelaki sejati dengan ucapan yang kau tepati meski aku bersikeras
memintamu untuk tidak begitu. Tragis!
Tapi, ya
sudahlah.. itu bukan hal baru kok. Lagian kalau kau tunggu pula aku menikah,
hiks, hiks, aku.. aku tak tahu sampai kapan kau harus menunggu.huaaaaa (nangis
bombay)
Berbahagialah.
Aku, kami, menontonmu dari sini. sudah puaskan? Terasa semakin bahagia bukan.
Apa kabar
yang lalu?
Telah senangkah
engkau?
Aku tak
tahu harus menghujat atau mengucap selamat. Tak ada yang benar benar dapat
memahami yang kurasa kecuali mereka yang berada di posisi persis sama. Di satu
sisi aku membencimu. Membenci semua hal yang kupercayai dari lisanmu. Menyumpah
serapah atas hidupku yang sekarang karnamu. Menyimpan ketidak ikhlasan atas
seluruh waktu yng kusia siakan percuma karnamu. Membencimu atas pilihanku
menukar seluruh impianku dengan angan kosong yang kau sodorkan.
Namun,
disisi lainnya, aku dapat melihat rapuhmu menghadang dua gulungan besar ombak
yang membuatmu sekarat. Aku melihat airmata yang berderai atas ketidak
ikhlasanmu melepaskan “kita”. Kulihat punggungmu terbungkuk mengusap air mata
dibalik punggung semua orang sebelum kemudian berdiri seolah tak terjadi apa
apa. Dapat kurasakan matamu memandangku penuh pengharapan akan kebahagian
disepanjang usiaku meski tanpa dirimu. Lalu kau memutuskan berhenti menunggu
keajaiban untuk “kita”. Memulai dengan menggandeng tangannya. Berjanji ini yang
terakhir meski tak seluruh hatimu mampu meraup dirinya. Kau percaya waktu kan
mengisi seluruh hatimu dengannya. Selamanya hingga maut memisahkan kalian kelak.
Lalu,
pantaskah aku menghujat dirimu yang ini “masa laluku”?
Aku ingin
mengikhlaaskan semua yang terjadi, meski aku tak mampu.
ini beneran?
BalasHapusomaygat! akhirnya dirimu bersumpah serapah penuh amarah juga (meski ga kamu tuliskan di sini, tapi aku merasakannya)...
semoga dirimu kelak menemukan bahagiamu juga, SAM :)